BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pemimpin adalah
seseorang yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemimpin
adalah sosok manusia yang mempunyai kemampuan atau skills untuk
mengarahkan, mengatur, menggerakkan dan mengantar orang atau masyarakat yang
dipimpinnya untuk mencapai tujuan bersama. Atau bisa juga dikatakan bahwa
pemimpin adalah individu yang mampu mengoptimalkan segala sumber daya atau
sarana dan prasarana yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Lahirnya seorang
pemimpin dipengaruhi oleh perkembangan peradaban manusia. Pada masa awal peradaban,
sosok pemimpin dilahirkan atau dibutuhkan sebagai pelindung dari bahaya fisik.
Dalam hal ini “otot” yang berupa kekuatan dan kesaktian. Makin sakti dan kuat
seseorang pada zaman itu, makin besar pula peluang dia untuk menjadi pemimpin
ketika itu. Namun pada zaman modern saat ini, “otot” tidak semata – mata
menjadi faktor penentu seseorang untuk bisa menjadi pemimpin. Namun faktor non
fisik dari pemimpin itu pun juga jadi pertimbangan, seperti bagaimana pemimpin
itu mampu menciptakan suasana nyaman bagi masyarakat yang dipimpinnya,
bagaimana sang pemimpin mampu menjaga keharmonisan serta menjaga kehormatannya
sebagai seorang pemimpin. Pemimpin dengan kepemimpinannya memegang peran yang
strategis dan menentukan dalam menjalankan roda organisasi, menentukan kinerja
suatu lembaga dan bahkan menentukan hidup mati atau pasang surutnya kehidupan
suatu bangsa dan negara. Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibuang
atau diabaikan dalam kehidupan suatu organisasi atau suatu bangsa dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu
organisasi, bangsa dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan
kepemimpinan yang dijalankannya. Tapi, jika seorang pemimpin telah
menyalahgunakan kedudukan dan kekuasaannya, akankah masyarakat yang dipimpinnya
tetap percaya padanya setelah ia melakukan kesalahan yang mengakibatkan
masyarakatnya menderita? Sehubungan dengan hal tersebut, akan membahas beberapa
hal yang menyebabkan kepercayaan masyarakat yang menurun dan memudar terhadap
para pemimpin negeri ini.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan
dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai beriku:
1.2.1.
Apakah yang menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin negeri mulai
menurun?
1.2.2.
Apa yang akan terjadi jika masyarakat tidak percaya
lagi kepada pemimpinnya sendiri?
1.2.3.
Bagaimana cara untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat yang menurun terhadap pemimpin negeri?
1.2.4
Bagaimana sikap kepemimpinan yang seharusnya
diterapkan?
1.2.5.
Apa yang harus dilakukan agar pemimpin dimasa
mendatang menjadi pemimpin yang tangguh dan disayangi masyarakatnya?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan ini adalah:
1.3.1. Mendeskripsikan penyebab kepercayaan
masyarakat terhadap pemimpin negeri yang muli menurun.
1.3.2.
Mendeskripsikan hal yang akan terjadi jika masyarakat
tidak percaya lagi kepada pemimpinnya sendiri.
1.3.3.
Mendeskripsikan cara untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat yang menurun terhadap pemimpin negeri.
1.3.4.
Mendeskripsikan sikap kepemimpinan yang seharusnya
diterapkan.
1.3.5.
Mendeskripsikan hal-hal yang harus dilakukan agar
pemimpin dimasa mendatang menjadi pemimpin yang tangguh dan disayangi
masyarakatnya.
1.4. Manfaat Penulisan
Penulisan
ini memiliki manfaat sebagai berikut.
1.4.1. Memberitahukan kepada para pembaca mengenai
penyebab kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin negeri yang mulai menurun.
1.4.2. Memberitahukan hal-hal yeng harus dilakukan
agar pemimpin dimasa mendatang menjadi pemimpin yang tangguh dan disayangi
masyarakatnya.
1.4.3. Dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang
baik dan disayangi masyarakat ketika menjadi pemimpin masa depan.
1.4.4. Dapat menghindari hal-hal yang menyebabkan
masyarakat atau orang lain tidak mempercayai kita.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Penyebab Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemimpin Negeri yang Mulai Menurun
Saat ini masyarakat Indonesia mengalami krisis kepercayaan
terhadap para pemimpin-pemimpin mereka. Yang menjadi alasan adalah karena
banyaknya para pemimpin yang terlibat kasus –kasus yang nampaknya kurang pantas
dilakukan oleh seorang pemimpin. Misalnya kasus KKN dan kasus kriminal lainnya.
Selain itu, yang menjadi alasan kedua adalah karena banyak pemimpin yang tidak
setia pada janji mereka ketika masih berstatus sebagai calon pemimpin atau
ketika berkampanye. Mungkin ketika mereka berkampanye, mereka berjanji A
terhadap masyarakat yang kelak akan dipimpinnya, namun ketika sudah menjadi
pemimpin, janji A yang telah diucapkan sebelumnya terealisasi menjadi kenyataan
Z bahkan sangat jauh dari perjanjian yang diucapkannya di kampanye. Ini
tentunya sudah sangat mengecewakan masyarakat yang telah memilihnya untuk
menjadi seorang pemimpin. Belum lagi pandangan yang menganggap bahwa pemimpin
zaman sekarang tidak mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya, justru berusaha
untuk memakmurkan dirinya sendiri. Buktinya,banyak para pemimpin yang masih melakukan
praktek KKN untuk mensejahterakan dirinya serta kerabatnya, sedangkan rakyat
yang dipimpinnya masih melarat dan menderita. Ada juga praktek yang
kongkalikong serta deal politic dalam berbagai kasus hukum di
Indonesia, terlebih lagi itu sering melibatkan para pemimpin. Parahnya lagi,
oknum pemimpin yang melakukan itu adalah pemimpin pilihan rakyat, melalui
Pilkada dan Pemilu. Betapa sungguh kecewa dan sakit hatinya rakyat yang telah
memilihnya untuk menjadi pemimpin. Pemimpin kita sekarang, juga sangat jarang
yang melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Kebanyakan mereka sibuk
mengurus pekerjaan yang menonjolkan sifat egois, sepeti wisata dan liburan ke
luar negeri bahkan menuntut kenaikan gaji. Dengan melihat kenyataan yang
sedemikian rupa tentang para pemimpin kita, peristiwa krisis kepercayaan
masyarakat terhadap para pemimpin pada zaman sekarang ini nampaknya menjadi
suatu hal yang wajar dan tidak perlu disalahkan. Karena penyebabnya adalah
pemimpin itu sendiri.
2.2. Hal-Hal yang Akan Terjadi ketika Masyarakat Tidak Percaya Lagi
kepada Pemimpinnya Sendiri
Banyak
tanda yang menunjukkan gejala terjadinya krisis kepemimpinan. Diantara gelaja
itu, (Pertama), masyarakat merasa tak memiliki pemimpin sesuai harapan;
(Kedua), kecenderungan masyarakat loyal secara buta kepada yang memimpin;
(Ketiga), Hal-hal yang menyangkut masalah kehidupan, baik itu ekonomi, tradisi,
budaya, dan sistem politik dikendalikan oleh kekuatan tertentu, terutama
kepartaian; (keempat) maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dan
sebagainya. Isu itu bagi sebagian di antara kita tidaklah baru. Tetapi, isu
tersebut menjadi aktual dan penting justru di saat kita berada dalam keadaan
hampir putus asa. Krisis multidimensi yang kita alami sejak lima tahun terakhir
semakin berpotensi membawa negeri ini menuju kebangkrutan. Upaya pemulihan ekonomi
dan penegakan hukum nyaris tidak terjadi. Dari sekian akibat multikrisis itu,
krisis kepemimpinan mungkin merupakan krisis yang paling parah. Tidak hanya
terjadi di tingkat nasional, tetapi juga sampai ke tingkat lokal. Tidak hanya
kepemimpinan tingkat tinggi, melainkan juga sampai tingkat paling rendah.
Penerimaan atas kepemimpinan didasarkan kepercayaan. Kepercayaan terbangun
lewat keseriusan dan kemampuan seorang pemimpin dalam mengatasi persoalan.
Karena itu, bobot kepemimpinan tidak diukur dari kekuasaan yang dimiliki,
tetapi terutama oleh apa dan bagaimana cara memperoleh hasil dan
keberpihakannya pada kepentingan rakyat. Ketika pemimpin tidak mengemban tugas
rakyat dengan baik, maka terjadilah krisis kepemimpinan. Ketika lembaga
peradilan tidak berfungsi menegakkan keadilan, rakyat main hakim sendiri.
Rakyat bertindak anarkis karena tidak ada kepastian hukum, karena tidak
ada komitmen pemimpin pada nasib orang kecil. Seorang pemimpin harus tampil
seperti dalam kisah pewayangan, pemimpin ditampilkan sebagai pelayan masyarakat.
Itu disampaikan Resi Bhisma sebelum ajal yang memberi nasihat kepada Pandawa.
Kata Resi Bhisma, tugas utama seorang pemimpin adalah mencurahkan perhatian
kepada bawahan sekaligus mengesampingkan kepentingan pribadi dan keluarganya.
Dialah seorang good leader, seorang pemimpin yang baik. Good leader berbeda
dengan great leader. Seprti Mahatma Gandhi adalah seorang good leader,
sebaliknya Hitler adalah seorang great leader. Mahatma Gandhi memimpin dengan
penuh pengorbanan, dengan melayani rakyat dan mengesampingkan kepentingan
keluarga. Sedangkan Hitler memimpin rakyat dengan dimotivasi ambisi pribadi
yang sangat besar. Baik good leader maupun great leader adalah sama-sama
profesional. Tetapi, good leader memiliki dan mengembangkan karakter baik. Oleh
karena itu, dalam kepemimpinan ada yang menyebut faktor keberhasilan ditentukan
terutama oleh karakter dan baru kepandaian. Orang berwatak baik sulit dicari,
sedangkan kepandaian bisa ditingkatkan lewat latihan.
2.3. Cara untuk Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat
yang Menurun terhadap Pemimpin Negeri
Mengembalikan
makna dan perilaku pemimpin sebagai good leader bukan great leader, bukan
sebagai petinggi, tetapi sebagai pamong. Dibutuhkan teladan dan langkah nyata
yang berorientasi pada yang dipimpin. Pemimpin hadir untuk suatu zaman. Zaman
menentukan gaya. Meskipun demikian, ada satu syarat yang nyaris jadi klasik,
yakni asketisme atau mesu budhi. Tak ada pemimpin yang jatuh dari langit, semua
membutuhkan proses jatuh-bangun. Keterbukaan menerima kritik merupakan bagian
dari jiwa pemimpin. Kritik menurut Kwant, analis masalah kritik, adalah bagian
dari keterlibatan dan kepemilikan. Menerima kritik sebagai bagian rasa
memiliki, menunjukkan bobot seorang pemimpin. Mengatasi krisis kepemimpinan
adalah proses pendidikan dalam arti seluas-luasnya. Dibutuhkan waktu panjang.
Satu langkah luhur kita ayunkan, hasilnya baru akan kelihatan satu generasi
kemudian. Sebaliknya satu langkah salah kita lakukan, akibat buruknya langsung tampak.
Salah satu penyebab munculnya krisis kepemimpinan adalah terkait krisis moral.
Sehubungan krisis kepemimpinan itu berakar dari krisis moral, maka perlu
diselesaikan secara moral, sebelum ada penyelesaian secara teknis manajerial.
Penyelesaian krisis kepemimpinan secara moral itu merujuk prinsip al akhlaqul
karimah. Prinsip ahkhlaqul karimah itu meliputi ash shidqu (benar), al wafa bil
‘ahd (tepat janji), ta’awun (tolong menolong), al ‘adalah (keadilan) dan
istiqamah (konsisten).
2.4. Sikap Seorang Pemimpin yang Seharunya di Terapkan
Sikap seorang pemimpin yang seharusnya diterapkan
adalah dengan menanamkan konsep kepemimpinan Asta Brata dan Catur
Kantamaning Nrpti. Konsep kepemimpinan Asta Brata dan Catur
Kotamaning Nrpati sangat cocok untuk dijadikan salah satu nilai –nilai
kepemimpinan yang perlu dan harus ditanamkan kepada para generasi muda sebagai
calon pemimpin bangsa di masa depan. Pada dasarnya konsep Asta
Brata dan Catur Kotamaning Nrpati adalah mengajarkan
berbagai sifat yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin agar bisa menjadi
pemimpin yang baik, tangguh, berwibawa dan diterima di masyarakat.
Konsep Asta Brata adalah ajaran
kepemimpinan yang terdapat dalam cerita Ramayana. Ajaran ini disampaikan oleh
Sri Rama kepada adiknya Bharata ketika dinobatkan menjadi raja di kerajaan
Ayodya. Asta Brata adalah delapan sifat yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin yaitu Indra Brata, Yama Brata, Surya Brata,
Candra Brata, Bhayu Brata, Bumi Brata, Baruna Brata dan Agni
Brata. Indra Brata adalah seorang pemimpin harus mampu
mengusahakan atau menciptakan kemakmuran bagi rakyat atau masyarakat yang
dipimpinnya. Yama adalah Dewa yang mampu menegakkan keadilan atau Dewa hukum.
Jadi Yama Brata adalah seorang pemimpin haruslah bersikap adil
kepada semua orang yang dipimpinnya, tidak boleh membedakan Suku, Ras, maupun
Agamanya ( SARA ). Intinya seorang pemimpin harus mampu menegakkan keadilan.
Candra berarti bulan. Sifat bulan adalah mampu
memberikan penerangan yang menyejukkan. Candra Brata artinya
seorang pemimpin haruslah mampu memberikan kesejukan atau kenyamanan bagi
masyarakatnya sehingga masyarakat akan merasa tentram dibawah pimpinannya.
Demikian halnya dengan Surya Brata. Surya berarti matahari.
Matahari adalah sumber energi yang dahsyat bagi kehidupan di alam semesta ini.
Jadi yang dimaksud dengan Surya Brata adalah seorang pemimpin
harus mampu memberikan kekuatan serta semangat bagi bawahannya. Pemimpin juga
mesti ibarat Bayu (angin). Artinya, pemimpin haruslah selalu berada
di tengah–tengah masyarakatnya agar senantiasa tahu apa yang terjadi dan
bagaimana kondisi masyarakatnya serta jangan bertindak eksklusif. Itulah inti
dari Bayu Brata. Bumi Brata mengajarkan kepada seorang
pemimpin agar selalu memberikan apa yang dimilikinya untuk kesejahteraan
masyarakat. Demikian juga dengan Baruna Brata. Baruna adalah
Dewa lautan dalam mithologi Hindu. Jadi seorang pemimpin haruslah memiliki
wawasan yang luas layaknya lautan dalam rangka memimpin masyarakatnya. Wawasan
luas akan memberikan pengaruh besar bagi kearifan seorang pemimpin untuk
menangani masalah yang ada. Yang terakhir adalah Agni Brata. Agni artinya
api. Salah satu sifat api adalah senantiasa berdiri tegak dan bergelora. Jadi
yang dimaksud dengan Agni Brata
adalah seorang pemimpin harus mampu menggelorakan semangat masyarakat yang
dipimpinnya untuk mencapai tujuan bersama.
Lalu bagaimana dengan Catur Kotamaning
Nrpati ? Ajaran ini terdapat dalam buku tata negara Majapahit karya
Prof. M Yamin. Catur Kotamaning Nrpati adalah empat sifat
utama yang harus dimiliki oleh seorang raja (pemimpin). Empat sifat yang
dimaksud adalah sebagai berikut, Jnana Wisesa Sudha, Kaprihitaning
praja, Kawiryan, Wibawa. Jnana Wisesa Sudha artinya seorang pemimpin
harus memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Tidak hanya sekedar memiliki
pengetahuan intelektual dan akademis saja, namun juga harus mampu mengamalkan
pengetahuan yang dimiliki dan mengamalkan ajaran-ajaran agama di masyarakatnya.
Lalu Kaprihitaning praja maksudnya seorang pemimpin harus mampu
menunjukkan rasa belas kasihan atau iba kepada rakyatnya yang menderita. Rasa
belas kasihan itu dapat ditunjukkan dengan memberikan pertolongan yang bersifat
jasmaniah, material dan moral kepada masyarakatnya yang membutuhkan dan jangan
hanya yang bersifat material saja. Sedangkan Kawiryan artinya
seorang pemimpin harus memiliki keberanian. Menjadi seorang pemimpin tidaklah
mudah tetapi juga penuh resiko dan tantangan. Semua itu mesti dihadapi oleh
seorang pemimpin dengan keberanian. Kemudian Wibawa artinya
seorang pemimpin mesti memiliki wibawa terhadap masyarakat yang dipimpinnya.
Jika
semua nilai-nilai kepemimpinan dari Asta Brata dan Catur
Kotamaning Nrpati dimiliki oleh semua pemimpin masa kini, maka dapat
dipastikan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin tidak akan terjadi.
2.5. Hal-Hal yang Harus Dilakukan untuk Mempersiapkan Pemimpin pada Masa
Depan
Agar
pemimpin di masa depan lebih bijak dan lebih hebat dari masa sekarang, maka
calon pemimpin itu harus dipersiapkan mulai saat ini. Mempersiapkan pemimpin utuk
masa depan itu dengan berbagai cara, salah satunya sebagai berikut.
a.
Mulailah menanamkan nilai-nilai kepemimpinan melalui pendidikan formal maupun nonformal.
b.
Menerapkan nilai-nilai
kepemimpinan Asta Brata dan Catur Kotamaning Nrpati kepada
para generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan dalam kehidupan
sehari-harinya.
c.
Di dalam keluarga, orang tua
harus memperkenalkan dan menanamkan nilai moral yang kuat kepada anaknya, agar
suatu hari nanti ia bisa menjadi pemimpin yang bermoral tinggi, baik bagi
keluarganya maupun bagi negaranya kelak.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Dampak
dari kepemimpinan yang tidak baik dan perilaku yang tidak pantas untuk
diteladani dari seorang pemimpin bagi masyarakatnya, menyebabkan masyarakat
tidak percaya lagi kepadanya untuk menjadi pemimpin dan memimpin. Para pemimpin
selalu saja mengecewakan masyarakat dengan berbagai ulahnya. Mereka tidak tepat
disebut pemimpin kerena sebagian besar dari mereka tidak melakukan fungsi
kepemimpinan mereka sebagaimana mestinya. Pemimpin seringkali terlibat
kasus-kasus hukum seperti KKN, kriminal, dan selalu ingin melakukan apa yang
mereka anggap baik tanpa berpikir dampaknya pada masyarakat. Keputusan yang
seringkali dibuat terkadang justru menambah masalah.
Dengan
demikian, diharapkan para pemimpin untuk bisa betindak lebih bijak dan tepat
serta lebih memikirkan kepentingan masyarakat daripada negara. Dengan
menanamkan nilai-nilai kemimpinan yang diajarkan dari keluarga, lingkungan
sekitar maupun dari pelajaran pemimpin pada masa-masa lalu yang pernah berjaya
pada masanya, agar dapat menciptakan pemimpin yang tangguh, hebat, adil,
bijaksana dan disayangi oleh masyarakat yang dipimpinnya serta bisa menjadi
suri tauladan yang baik pula.
3.2. Saran
3.2.1. Saran kepada para pembaca, belajarlah untuk
menjadi pemimpin yang dapat dijadikan tauladan bagi yang akan dipimpin
nantinya.
3.2.2. Saran untuk para pemimpin, jagalah
kepercayaan yang masyarakat telah bebankan padamu, karena butuh waktu yang
panjang untuk membuat orang percaya kepada kita, tetapi hanya karena satu
kesalahan yang kita lakukan, akibatnya akan langsung kelihatan.
3.2.3. Saran untuk masyarakat Indonesia, janganlah
melakukan tindakan yang bersifat anarkis, dan merusak jika akan melakukan aksi
penyampaian aspirasi dan saran kepada pemimpin, karena itu tidak pantas untuk
dilakukan.
DAFATAR PUSTAKA
Artika, I Made. 2004. Pendidikan Agama Hindu
Untuk SMA kelas II. Denpasar : Pustaka Tarukan Agung
Suparta, I Nengah. 2010. Pemimpin Sebaiknya
Pemimpi. Singaraja : Makalah dalam Seminar Kepemimpinan Senat
Mahasiswa FMIPA Undiksha.
Yamin, M. Tata Negara Majapahit dalam
I Made Artika, Pendidikan Agama Hindu Untuk SMA kelas II, Denpasar
: Pustaka Tarukan Agung. 1999. Hlm. 45
C.
Maxwell, John, 2001, Mengembangkan Kepemimpinan di Sekeliling
Anda, Jakarta : Mitra Media.
Ode Muhammad Ramadan, La, Mengatasi Krisis Kepemimpinan dengan
Kekuatan Moral, Kendari
No comments:
Post a Comment